dimana tertawa tidak dilarang

WELCOME GAN!!

SELAMAT DATANG DI BLOG ORANG GANTENG DIMANA SESUATU YANG TIDAK MUNGKIN MENJADI MUNGKIN

halaman

Minggu, 16 Oktober 2011

kisah kejahatan legendaris part 2

Dukun AS - Membunuh Untuk Mendapatkan Ilmu
dieksekusi mati : 10 Juli 2008
total korban : 42 orang


"sebelum dieksekusi mati, semua ilmu hitamnya dibuang dulu...takut kalau nanti dia kebal peluru"

Ahmad Suradji (populer dipanggil Dukun AS; juga dikenal dengan nama Nasib Kelewang, Datuk; 1949–Galang, Deli Serdang, 10 Juli 2008) adalah seorang pelaku pembunuhan terhadap 42 orang wanita yang mayatnya dikuburkan di perkebunan tebu di Desa Sei Semayang, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara dari tahun 1986 hingga 1997.

Nama aslinya adalah Nasib. Karena sering menggunakan kelewang saat melakukan pencurian lembu di kawasan Stabat, ia pun dipanggil "Nasib Kelewang" oleh teman-temannya.[1] Nama "Ahmad Suradji" disandangnya setelah keluar dari penjara karena tersandung kasus pencurian lembu, sedangkan nama Datuk diberikan teman-temannya karena ia menikahi tiga kakak beradik kandung dan tinggal serumah.

Sehari-hari Suradji bekerja sebagai petani. Ia hanya lulus SD dan mempunyai tiga orang istri dan sembilan anak. Pihak kepolisian pertama kali menemukan mayat salah seorang korban pada 27 April 1997, seorang wanita berusia 21 tahun bernama Sri Kemala Dewi. Seminggu kemudian, seorang saksi mengatakan bahwa pada hari Dewi menghilang, ia telah mengantarkan Dewi ke tempat tinggal Suradji. Polisi kemudian menemukan setumpuk pakaian dan perhiasan wanita di situ, di antaranya barang-barang milik Dewi. Suradjipun ditangkap.

Dalam sebuah laporan, Suradji mengaku membunuh karena hendak menyempurnakan ilmu yang sedang dipelajarinya. Dia mengaku pada polisi bahwa dia mendapatkan wangsit pada tahun 1988 dari roh ayahnya yang telah meninggal, untuk membunuh 70 wanita dan menghisap air liur mereka agar bisa menjadi dukun yang hebat. Ilmu ini sendiri ia dapati dari ayahnya saat ia masih berusia 12 tahun, meskipun perhatiannya terhadap ilmu tersebut baru mulai terasa saat ia mencapai usia 20 tahun.
Rata-rata korbannya berusia antara 11 sampai 30 tahun. Badan korbannya dikubur sampai batas dada, lalu dicekik dengan kabel setelah sebuah ritual dilakukan.

Sebagai seorang dukun, pasiennya yang rata wanita biasanya datang untuk mendapatkan bimbingan spiritual atau membuat mereka terlihat lebih cantik atau meminta kekayaan. 3 orang istrinya (semuanya bersaudara) juga ditangkap atas tuduhan terlibat dalam kasus pembunuhan dan membantu menyembunyikan mayatnya. Pengadilan atas ahmad suradji alias dukun AS dimulai tanggal 11 desember 1997, dengan 363 pasal yang memberatkannya.

Pada tahun 27 April 1998, ia divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan terhadap wanita-wanita tersebut. Ia dieksekusi pada Kamis 10 Juli 2008, tepatnya pukul 22.00 oleh tim eksekusi Brigadir Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara.

Permintaan Terakhir Dukun AS

Permintaan terakhir terpidana mati dukun AS atau Achmad Suradji alias Nasib Kelewang untk bertemu keluarganya dipenuhi oleh Departemen Hukum dan HAM Sumut.

Permintaan itu disampaikan terpidana mati Ahmad Suradji kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan Ace Hendarmin yang diteruskan ke Kanwil Depkum HAM Sumut.

"Mulai Selasa, kemarin keluarga berdatangan ke LP Tanjung Gusta Medan. Termasuk Mbah Sartik 87 tahun ibu kandung dukun AS," kata Ace kepada wartawan, Kamis (10/9/2008).

Menurut Ace, Sartik bertemu dengan dukun AS Rabu 9 Juli kemarin sekira pukul 11.00 WIB. Sebelumnya, pertemuan terakhir antara ibu dan anak itu terjadi pada 17 agustus 2007 lalu.

Selain bertemu ibunya, Dukun AS juga meminta dipertemukan dengan keluarganya dari Bungai dan Riau yaitu dua anak perempuan dan satu anak laki-laki dan termasuk dua cucunya.

"Dan kami telah memenuhinya. Hari ini dua cucu dan anaknya berkunjung ke LP Tanjung Gusta Medan didampingi LBH Medan," katanya.

Sekarang Dukun AS lebih banyak berzikir dan sering beribadah, kata rohaniawan dari Yayasan Pendidikan Intensif Agama Islam (PIAI) itu di Medan, Kamis.

Menurut Nasution, ia mengetahui Dukun AS memiliki ilmu kebatinan dan kemampuan yang cukup tinggi serta pernah "mengujinya" ketika pertama kali bertemu. Berkat "ritual" pembacaan Basmallah sebanyak 2.600 kali dan puasa selama 40 hari, Nasution mampu "menundukkan" Dukun AS sehingga terpidana mati itu menerimanya sebagai pembimbing rohani.

"Dukun AS diberi penjelasan dari segi agama bahwa ilmunya tersebut dapat mempersulit dirinya ketika dijemput ajal nanti. Nasehat tersebut diterima Dukun AS sehingga terpidana mati itu segera membuang ilmu kebhatinan yang dimilikinya," kata Nasution.

Ia menambahkan, sejak membuang ilmu kebhatinannya, Dukun AS rajin mengikuti pengajian yang diberikannya dua kali dalam satu bulan di LP Kelas I Tanjung Gusta Medan.

Sekarang, tambahnya, Dukun AS telah bertobat dan lebih banyak berzikir serta sering menyibukkan diri dengan beribadah. "Kondisi itu yang menyebabkan Dukun AS menjadi tabah dan ikhlas dalam menghadapi eksekusi mati yang telah ditetapkan pihak kejaksaan," katanya.

Pendapat yang hampir serupa juga disampaikan Kepala LP Kelas I Tanjung Gusta Medan, Drs. H. Ace Hendarmin, BcIP yang menyatakan Dukun AS telah bertobat dan memiliki aktivitas ibadah yang luar biasa.

"Jika napi lain langsung keluar musholla setelah sholat, Dukun AS akan berdiam diri untuk berzikir dalam waktu yang cukup lama," katanya.

----
Dukun AS Dieksekusi Mati

Medan - Terpidana mati kasus pembunuhan 42 wanita asal Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut), Ahmad Suradji (59) alias Dukun AS alias Datuk alias Nasib Kelewang, akhirnya dieksekusi mati. Dia meregang nyawa setelah peluru tajam yang dilepaskan regu tembak bersarang ke jantungnya, Kamis (10/7/2008) malam.

Sejauh ini masih belum diperoleh informasi lokasi persis eksekusi dilakukan. Namun dipastikan eksekusi berlangsung dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang yang merupakan locus delicti kasus pembunuhan yang dilakukan Dukun AS.

Pada pukul 22.40 WIB jenazahnya tiba di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang di Lubuk Pakam, di Lubuk Pakam, Deli Serdang, sekitar 40 kilometer Medan. Jenazah dibawa kemari untuk kepentingan forensik.

Tak kurang dari satu pleton polisi berjaga-jaga di sekitar instalasi jenazah untuk mengamankan lokasi. Sementara puluhan wartawan masih menunggu selesainya proses otopsi yang tengah dilakukan dokter forensik.
--
Een, selaku keluarga korban mengatakan, dia menolak jika Ahmad Suraji dimakamkan di Desa Aman Damai. Kami tetap tidak menerima Ahmad Suraji, sekalipun sudah menjadi mayat dimakamkan di daerah ini. Rasa sakit karena kehilangan Sri Kumala Dewi sampai sekarang belum pulih.

"Jika nantinya Suraji dimakamkan di desa mereka, lalu anak dan istri Suraji datang ingin berziarah dan bertemu dengan anak-anak korban, dikhawatirkan akan timbul masalah," kata Een.

"Kami tak kuasa menahan amarah. Nanti kalau ketemu istri dan anak-anak Ahmad Suraji bisa saja kami dendam dan timbul tindakan buruk. Sakit sekali rasanya,ibu kita dibunuh dengan cara tidak wajar,apalagi waktu itu saya masih kecil. Saya harus kehilangan ibu, gara-gara kebiadaban Ahmad Suraji. Jadi lebih baik jangan dimakamkan di sini," kata Prahara.

Pendapat yang sama disampaikan Misran, ketua RT 12. Warga keberatan atas rencana pemakaman Ahmad Suraji di desa itu.

"Ya,alasannya enggak mau bentrok kalau suatu hari keluarga atau anak-anak Ahmad Suraji berziarah lantas bertemu dengan anak korban bisa terjadi seteru. Jadi lebih baik jangan di sini," ujarnya.

Jaksa minta kakak seperguruan Dukun A.S hilangkan ilmu-ilmu Ahmad Suradji

Hati-hati dan selalu memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Prinsip inilah yang mengilhami tim eksekutor dalam menjalankan tugasnya untuk mengeksekusi terpidana mati Ahmad Suradji alias Dukun AS. “Kami tidak mau takabur dan gegabah dalam proses eksekusi ini, segala kemukinan kecil yang terjadi kami antisipasi,” kata Tengku Suhaimi Idris SH. Salah satu antisipasi yang dilakukan Suhaimi adalah kemungkinan Dukun AS masih memiliki kekebalan tubuh. Pasalnya semua orang tahu bahwa Dukun AS adalah “orang hebat”.

Kemudian Suhami memerintahkan Kasi Pidum Kejari Lubuk Pakam Martinus SH untuk mencari penasehat spritual. Satu hari sebelum proses eksekusi Martinus bertemu dengan Drs H Ali Nafiah Nasution dari Yayasan Majelis Taklim Al Madani di LP Wanita Tanjung Gusta. Pertemuan itu bermaksud meminta tolong kepada Ali Nafiah untuk membuang semua ilmu yang dimiliki Dukun AS agar proses eksekusi nantinya berjalan dengan baik dan lancar.

“Bukan Pak Suhaimi takut, tapi beliau sangat berhati-hati dan mempertimbangkan hal sekecil apa pun yang akan terjadi,” kata Martinus. Kemudian dari pertemuan itu, Ali Nafiah yang masih kakak seperguruan Dukun AS langsung membuang semua ilmu yang dimiliki Dukun AS.

Buktinya, saat pelaksanaan eksekusi, Martinus yang juga hadir dalam proses eksekusi menyaksikan bahwa penembakan Dukun AS berjalan lancar. Dengan waktu lebih kurang tiga menit setelah penembakan, Dukun AS meninggal dunia. Proses eksekusi itu juga disaksikan Kajatisu Gortap Marbun, Wakajatisu Dimas Sukadis MM, Kapolres Deli Serdang, Kajari Lubuk Pakam, Direktur Reskrim Poldasu, Komandan Brimob, dan jajaran pengamanan lainnya.

---
Kisah Dukun AS juga sempat difilmkan pada tahun 1997



Tidak ada komentar:

Posting Komentar